Kenangan Itu...
Thursday, February 18, 2016
Setiap
manusia yang hidup pasti memiliki sebuah kenangan. Baik itu yang membuat bibir
tersenyum indah ataupun sebaliknya. Kali ini gue mau cerita kenangan pahit nan
memalukan yang selalu gue inget sampe detik ini. Gue inget kejadian itu karena
kemaren tanpa sengaja gue denger adek gue yang masih SMA yang akan menghadapi
ulangan. Gue sebagai kakak yang baik tentunya memberikan support dong. Walaupun
sebenernya dalam hati ada kenanganpahit yang pernah gue alami saat ulangan.
* * *
Ceritanya
saat itu gue masih kelas X SMA, kira-kira kisaran tahun 2009. Klo kalian tahun
2009 masih kelas X, kita seumuran gays! *Tosss Haha..
Gue
masih inget waktu itu ulangan ekonomi. Semua berjalan normal saat pak guru
datang masuk kelas untuk memberikan soal ulangan. Guru pengawas kami ini
bernama Pak Budi yang notabene adalah guru ekonomi yang cukup terkenal ramah
namun memiliki kedisiplinan super tinggi.
“Cetak
cetok cetak cetok..!! Selamat pagi anak-anak..” suara sepatu pantopel Pak Budi
terdengar sangat keras di lantai kelas yang seakan siap menendang kami.
“Pagi
pak..!!” Jawab kami kompak.
Seperti
guru pada umunya Pak Budi juga sebelum ulangan di mulai selalu menginstruksikan
agar tidak menyontek. Dengan sangat tegas beliau berkata “Jika ada yang
menyontek, bapak tidak akan segan-segan bawa ke ruang guru. Kalian mengerti
anak-anak??” seru Pak Budi dengan lantang dan tegas. “Mengerti pak!!” Jawab
kami serentak.
“Mana
ketuanya?” Ucap Pak Budi.
“Putri
pak..!!” Seru kami berbarengan.
“Apa
gak ada cowoknya ya kelas ini..!! Yaudah sini kamu bantu bapak sebar soal” seru
Pak Budi.
“Baik
pak...” Ucap Putri sambil berjalan menuju meja Pak Budi.
Jangan
ada yang mikir klo kelas gue ini beneran gak ada cowoknya ya? Lupa cowok kelas
gue jumlahnya berapa. Tapi ada 10an lah kira-kira. Namun sayangnya 10 cowok ini
bermental tempe semua (termasuk gue). Akhirnya pada saat pemilihan ketua kelas,
Putri pun menang mutlak.
Beberapa
menit kemudian soal sudah tersebar semuanya.
“Waktunya
cuma satu setengah jam dari sekarang ya?” Ucap Pak budi.
“Iya
Pak..” Seru kami berbarengan.
Yaudah
gue langsung isi nama, kelas, no absen, hobi, cita-cita. *eh ini ulangan apa
buat riwayat hidup ya? haha
Gue
pun khusuk baca soal dari nomor paling akhir, ini kebiasaan yang sudah mendarah
daging deh kayaknya. Entah mitos atau fakta klo gue baca dari akhir itu kayak
lebih mudah aja ngerjain soalnya.
Akhirnya
gue sampe soal nomor satu juga. Gue pun melirik di kertas jawaban gue. Ettt
dah, banyak yang belum keisi lagi. Sebagaimana siswa pada umunya gue pun panik
karena waktu udah mulai mepet karena tinggal beberapa menit lagi.
Gue
melihat sekitar kelas, dan rata-rata bekerja sama alias nyonteng berjaamah.
Jujur gue termasuk jarang nyontek pada masa itu. Bukan gak mau nyontek,
sebenernya mau tapi jantung ini serasa mau copot klo nyontek. Gak tau penyakit
apa yang ada dalam diri ini. Kata temen-temen si, gue ini nyonteknya belum standar
SNI... haha...
Akan
tetapi karena tergiur nilai baik dan suasana kelas pun rata-rata mencontek,
akhirnya gue beranikan nyontek juga. Gue pun langsung gerak-gerakin kursi depan
gue yang dari tadi asyik nyontek temen depannya lagi.
“Fiq..
Fiq... liat dong jawabanya, gue masih banyak yang kosong nih..” Ucap gue
mengiba.
“Hmm,
yaudah nih kita isi bareng-bareng” Seru Fiqi yang langsung menggerakkan
badannya agar gue bisa liat juga.
Beberapa
menit kemudian...
“Gue
udah nih, gue kasih ke lo aja ya contekannya. Seru Fiqi sambil melempar secarik
kertas contekan.
Gue
dengan lihai menangkap secarik kertas yang sudah di remas-remas hingga
berbentuk bola. Namun itu lah awal dari semuanya. Fiqi melempar kertas tanpa
melihat keberadaan Pak Budi.
Gue
si gak tau klo Pak Budi merhatiin gue. Ya karena gue emang jarang nyontek si,
jadi gue gak tau harus kayak mana merhatiinnya. Mungkin karena gerak gerik gue
terlalu mudah di curigai. Beda dengan temen-temen yang memang udah standar SNI.
Sampe tiba-tiba Pak Budi berjalan agak cepat dan dengan pasrah gue tertangkap
basah nyontek.
“Itu
apaan? Kamu nyontek ya?” Dengan muka marah Pak Budi bertanya dan langsung
mengambil lembar jawaban gue.
“Nggak
pak...” Ucap gue lirih dengan sedikit membela.
“Ini
apa klo bukan contekan, cepet kamu ke ruang guru sekarang..!!” Seru Pak Budi
dengan muka marah sambil menunjukan secarik kertas dari Fiqi.
“Liat
nih anak-anak. Ini contoh yang tidak baik dan jangan di tiru, Gimana mau pinter
klo kerjaannya cuma nyontek kayak gini” Ucap Pak Budi yang menjadikan gue
contoh dari orang yang selalu nyontek.
“Iya
Pak... hahahaha...” Suara teman-teman dengan muka tak perdosa menertawakan gue.
“.........”
Gue hanya bisa tertunduk lesu dan menahan malu sambil berjalan keluar menuju
ruang guru.
Jujur
pada saat itu gue bener-bener sangat malu. Sambil berjalan santai menuju ruang
guru. Entah hukuman apa yang akan gue alami nanti.
“Permisi
bu, i.. i... ini saya mau ngadep bu” Ucap gue lirih dengan mata berkaca-kaca.
“Kamu
kenapa?” Jawab guru piket.
“Saya
tadi ketauan nyontek sama Pak Budi bu. Terus saya di suruh ke ruang guru.” Seru
gue dengan jujur namun mata masih berkaca-kaca.
“Oh..
nyontekk. Kamu ini gak belajar apa ya?” Tanya guru piket.
“Belajar
si bu... Tapi banyak yang lupa.” Jawab gue pasrah.
“Yaudah
kamu tunggu disitu aja dulu, Ibu masih ada kerjaan. Nunggu Pak Budi keluar
kelas aja ya.” Ucap guru piket dengan bibir tersenyum sambil menunjukkan kursi.
“Iya,
makasih bu” Jawab gue sambil berjalan ke kursi.
Saat
duduk di kursi, gue pun makin galau dengan apa yang terjadi. Dalam hati
berpikir kenapa mengikuti teman-teman untuk menyontek. Penyesalan yang sia-sia
karena gue udah tertangkap basah. Gue masih menunggu Pak Budi di kursi dengan
hati yang tidak tenang, jantung berdetak begitu kencang dan diliputi rasa malu
yang sangat dalam.
Tet
tot... Tet tot... Tet tot... Suara bel berbunyi tanda bel pulang.
Pak
Budi pun akhirnya datang ke ruangan dan melihat ke arah gue.
“Kamu
yang nyotek tadi ya? Sini ikut ke ruangan bapak.” Seru Pak budi yang terus berjalan.
“Baik
pak.” Jawab gue sambil berjalan dengan mata masih berkaca-kaca.
Saat
di dalam, layaknya guru yang berubah menjadi hakim. Ya hakim yang siap
mengadili gue. TIDAKKK....
Pak
budi pun menceramahi gue. Intinya si jangan diulangin lagi perbuatan itu. Gue
sangat malu pada saat itu. Karena selain Pak Budi ada banyak guru-guru lain
yang ada di ruangan itu. Selain itu juga ada siswa-siswa lain yang juga ada.
Mereka seperti nguping pembicaan gue dan Pak Budi. Gue malu, sangat malu.
Setelah
pembicaaran itu selesai. Gue di suruh mengerjakan ulangan lagi. Namun dengan
waktu yang super singkat, karena memang pada saat itu sudah waktunya pulang.
Dengan sekejap gue lahap soal dengan mudah. Entah apa yang terjadi pada diri
ini. Mungkin ini yang di sebut “The Power Of Kepepet”. Ya mudah, tapi
jawabannya gak karuan. Dalam hati hanya ingin mengakhiri hari ini di sekolah
dengan cepat.
Beberapa
menit kemudian, gue mampu mengerjakan soal. Namun ada beberapa yang gak gue
isi. Bukan takut klo disini nanti nilai gue seratus. Bukan itu kok. Ini karena
emang bener-bener gue gak bisa jawab sama sekali. Masa iya gue isi jawaban
dengan curhat kejadian ini kan. Gak mungkin lah ya...
Akhirnya
gue diizinin pulang. Seperti siswa yang hormat pada guru. Gue pun mencium
tangan Pak Budi sebelum pulang. Dalam perjalanan pulang gue bener-bener cepet
ingin pulang dan segera mengakhiri hari yang sangat suram ini.
“Tulisan Ini
Diikutsertakan Untuk Giveaway di blog eparamata.com”